Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kavasuperior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septumprimum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard.
Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu
⦁ Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum,mungkin disertai kelainankatup mitral.
⦁ Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
⦁ Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.
Figure 1. A, A indicates superior sinus venosus ASD; B, secundum ASD; C, inferior sinus venosus ASD; D, ostium primum ASD or partial AV septal defect; E, secundum ASD without posterior septal rim; F, coronary sinus ASD; and IVC, inferior vena cava.
ASD diklasifikasikan menjadi:
⦁ ASD sederhana dengan defek pada septum dan disekitar fossa ovalis(dikenaldengan DSA sekundum), defek pada tepi bawah septum (DSAprimum) dan defek disekitar muara VCS (defek sinus venosus) yangseringkali disertai anomali parsialdrainase vena pulmonalis.
⦁ ASD kompleks yang merupakan bentuk dari defek endocardial cushion yangsekarang dikenal sebagai defek septum atrioventrikular(DSAV) atau AVcanal.Defek septum atrium sekundum adalah kelainan yang dimana terdapat lubang patologis di tempat fossa ovalis. Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke atriumkanan, dengan beban volume di atrium dan di ventrikel kanan.
⦁ Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:
1. Faktor Prenatal.
a) Ibu menderita infeksi Rubella
b) Ibu alkoholisme
c) Umur ibu lebih dari 40 tahun
d) Ibu menderita IDDM
e) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetic
a) Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b) Ayah atau ibu menderita PJB
c) Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d) Lahir dengan kelainan bawaan lain
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan.Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiridan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang inibiasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri keatrium kanan (shunt). Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui.
⦁ Patofisiologi ASD
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigendari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melaluidefek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut.Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikelkiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan biasa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
⦁ Pathway
Faktor ginetik/keturunan
Faktor selema hidup ibu
Infeksi tertentu(Rubella)
Mempengaruhi perkembangan bayi/janin
Perkembangan atrium yang abnormal
Ukuran atrium kanan mengecil dan kiri membesar
Beban atrium kanan
ASD
Arah shunt berubah kiri-kanan
Suplai O2 ke perife Sirkulasi sistemik
Resiko penurunan
curah jantung hipoksia sianosis
Penurunan sel dan jaringan kekurangan Gangguan transfortasi O2
fungsi pulmonal zat makan khususnya O2
gangguan ptkrn gas metabolisme Metabolisme Anaerob
Perubahan tumbang kelemahan imun
Resiko Infeksi
Kurang terpenuhinya informasi
Mengenai penyakit anak
Kurang informasi mengenai penyakit
Pola kaping tidak efektif
Stressor
Ansietas keluarga
⦁ Manisfestasi klinis ASD
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masakecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahunpertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafasbagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitanmenyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
1) Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
2) Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
3) Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
4) Jantung berdebar-debar (palpitasi)
5) Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6) Tidak ditemukangejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.
⦁ Pemeriksaan diagnostik ASD
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
⦁ Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol.Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
⦁ Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukka N beban volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada ASD sekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum
⦁ Ekokardiografi
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium antara lain adalah:
a) Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b) Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c) Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d) Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e) Katerisasi jantung
Penderita di operasi tanpa katerisasi jantung, katerisasi hanya dilakukan apabilaterdapat keraguan akan adanya penyakit penyerta atau hipertensi pulmonal.
⦁ Cara pengobatan ASD
Pengobatan khusus untuk ASD akan ditentukan oleh dokter anak berdasarkan:
1) Usia anak Anda, kesehatan secara keseluruhan, dan sejarah medis
2) Luasnya penyakit
3) Toleransi anak untuk obat tertentu, prosedur, atau terapi
4) Harapan untuk perjalanan penyakit
5) Pendapat atau preferensi
Terapi medis
1) Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak berusia 5-10 tahun. Prognosis sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila terjadi sindrome Eisenmenger, umumnya menunjukkan prognosis buruk.
2) Amplazer Septal Ocluder
⦁ Penatalaksanaan ASD
⦁ Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium.
⦁ Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
⦁ Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
⦁ Pencegahan ASD
Dalam kebanyakan kasus, cacat septum atrium tidak dapat dicegah. Jika Anda memiliki riwayat keluarga cacat jantung atau kelainan genetik lainnya, pertimbangkan berbicara dengan seorang konselor genetik untuk menilai risiko apa yang mungkin sebelum hamil.
⦁ Komplikasi ASD
1) Gagal Jantung
2) Penyakit pembuluh darah paru
3) Endokarditis
4) Aritmia
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
⦁ Pengkajian
⦁ Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung.
⦁ Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
⦁ Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang Abnormal.
⦁ Bisa terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalisTanda-tanda gagal jantung
⦁ Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran darah yangmengalir melalui katup trikuspidalis
⦁ Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
⦁ Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:InspeksiStatus nutrisi
⦁ Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan dengan penyakit jantung.
⦁ Warna ± Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital,
⦁ Sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.Deformitas dada ± Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.Pulsasi tidak umum ± Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
⦁ Ekskursi pernapasan ± Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi).
⦁ Jari tabuh ± Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.Perilaku ± Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa jenispenyakit jantung.
⦁ Palpasi dan perkusi Dada ± Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan posisi.
⦁ karakteristik lain (sepertithrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi)Abdomen ± Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
⦁ Nadi perifer ± Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkanketidaksesuaian.AuskultasiJantung ± Mendeteksi adanya murmur jantung.
⦁ Frekwensi dan irama jantung ± Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yangmembantu melokalisasi defek jantung.
⦁ Paru-paru ± Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
⦁ Tekanan darah ± Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaianantara ekstremitas atas dan bawah) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian ± mis; ekg, radiografi, ekokardiografi, , ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin, volumesel darah, gas darah), kateterisasi jantung.
⦁ Diagnosa keperawatan
⦁ Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
⦁ Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal
⦁ Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
⦁ Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
⦁ Ansietas berhubungan dengan status hospitalisasi anak, kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi anaknya.
⦁ Intervensi
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN
1 Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur. Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung. Dengan Kriteria Hasil :
⦁ Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia.
⦁ Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia ) ⦁ Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
⦁ Beri obat penurun afterload sesuai program
⦁ Beri diuretik sesuai program
2
Gangguan pertukaran gas b/d kongesti pulmonal.
Tujuan :
Klien dapat menunjukan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat pada jaringan serta tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru, yang ditandai dengan klien bebas dari gejala distress pernapasan. 1) Monitor kualitas dan irama pernapasan.
2) Berikan posisi semi fowler pada anak.
3) Anjurkan kepada klien untuk istirahat yang cukup.
4) Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam.
5) Berikan oksigen jika ada indikasi.
6) Berikan obat diuretika seperti lasix.
3
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
⦁ Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
⦁ Anak melakukan aktivitas sesuai usia
⦁ Anak tidak mengalami isolasi social
⦁ Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
⦁ Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
⦁ Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
⦁ Dorong aktivitas yang sesuai usia.
⦁ Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
⦁ Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah.
4 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah. Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
Anak bebas dari infeksi. ⦁ Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
⦁ Beri istirahat yang adekuat
⦁ Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
5 Ansietas b/d Reaksi hospitalisasi anak,kurang pengetahuan orang tua tentang penyakit anaknya
⦁ Tujuan : Klien dan orang tua tidak menunjukkan kecemasan.
⦁ ditandai dengan anak dapat berespon terhadap prosedur pengobatan,
⦁ orang tua akan mengekspresikan perasaaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung,
⦁ mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.
Intervensi :
1) Jelaskan prosedur dengan cermat sesuai dengan tingkat pemahaman anak.
2) Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut, seperti menolak dan marah. Biarkan klien/keluarga mengetahui ini sebagai reaksi normal.
3) Dorong keluarga untuk menganggap klien seperti sebelumnya
4) Berikan informasi yang jelas tentang kondisi anaknya
5) Berikan beberapa cara pada anak untuk melibatkannya dalam prosedur, misalnya memegang suatu alat, seperti balutan.
6) Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga dan keinginannya untuk belajar.
⦁ Implementasi
⦁ DX I : Resiko Tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
⦁ Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
⦁ Beri obat penurun afterload sesuai program
⦁ Beri diuretik sesuai program
⦁ Dx II Gangguan pertukaran gas B/D kongesti pulmonal
⦁ Monitor kualitas dan irama pernapasan.
⦁ Berikan posisi semi fowler pada anak.
⦁ Anjurkan kepada klien untuk istirahat yang cukup.
⦁ Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam.
⦁ Berikan oksigen jika ada indikasi
⦁ Berikan obat diuretika seperti lasix
⦁ DX III : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatanoksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
⦁ Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
⦁ Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukankecenderungan pertumbuhan.
⦁ Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
⦁ Dorong aktivitas yang sesuai usia.
⦁ Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
⦁ Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akanberistirahat bila lelah.
⦁ DX IV : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
⦁ Beri istirahat yang adekuat.
⦁ Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
⦁ DX V. Ansietas b/d Reaksi hospitalisasi anak,kurang pengetahuan orang tua tentang penyakit anaknya.
⦁ Jelaskan prosedur dengan cermat sesuai dengan tingkat pemahaman anak.
⦁ Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut, seperti menolak dan marah. Biarkan klien/keluarga mengetahui ini sebagai reaksi normal.
⦁ Dorong keluarga untuk menganggap klien seperti sebelumnya
⦁ Berikan informasi yang jelas tentang kondisi anaknya
⦁ Berikan beberapa cara pada anak untuk melibatkannya dalam prosedur, misalnya memegang suatu alat, seperti balutan.
⦁ Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga dan keinginannya untuk belajar.
⦁ Evaluasi
Proses : langsung setalah setiap tindakan Hasil; Tujuan yang diharapkan yaitu :
⦁ Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
⦁ Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia
⦁ Anak bebas dari komplikasi pasca bedah.
BAB IV
PENUTUP
⦁ Kesimpulan
Pasien dengan defek septum atrium mengalami peningkatan risiko fibrilasi atrium. Peningkatan gelombang P memprediksi dispersi pengembangan fibrilasi atrium. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan perbedaan antara dispersi P penutupan transkateter dengan Amplatzer septum occluder dan penutupan bedah di masa kecil. Sebanyak 68 anak (usia rata-rata adalah 7,2 plus atau minus 3,3 tahun; mean secundum atrial septum cacat diameter 17,3 plus atau minus 5,4 milimeter) dievaluasi dalam penelitian ini. Penutupan transkateter adalah berusaha dalam 41 anak-anak dengan cacat septum atrium secundum, dan cacat dalam 27 pasien ditutup dengan teknik bedah. P maksimum, P minimal dan P dispersi diukur oleh permukaan 12-lead elektrokardiografi. P maksimum, minimum dan dispersi P P ditemukan serupa pada pasien dengan pra-dan pasca-prosedur (98,0 plus atau minus 19,3 dibandingkan 95,1 plus atau minus 23,0 milidetik; 68,0 plus atau minus 20,8 dibandingkan 67,6 plus atau minus 24,3 milidetik, plus atau minus 29,9 11,0 dibandingkan 27,1 plus atau minus 12,1 milidetik, masing-masing). Ada ada signifikansi statistik dalam perbandingan dispersi P antara kedua kelompok. Namun dalam kelompok bedah, P-gelombang dispersi adalah menurun lebih signifikan dibandingkan dengan nilai awal (nilai p sama dengan 0,03). Kesimpulannya, tidak ada dispersi P antara transkateter penutupan dengan Amplatzer occluder septum dan bedah penutupan defek septum atrium secundum.
⦁ Saran
Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan penyakit tetanus neonatorum harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian- bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang perlu ditekankan.
Perawat juga memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu atau keluarga dari anak tentang bahaya tetanus dan penyuluhan untuk melakukan persalinan di rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, atau pelayanan kesehatanlain
Untuk keluarga bayi semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian- pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
Untuk keluarga bayi semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian- pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Manjoer (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Media Aesculapius, Jakarta.
Doengoes (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC., Jakarta.
Linda Jual Carpenito(2000),Diagnosa Keperawatan, Edisi 8 EGC,Jakarta.
Purnawan Junadi (1982), Kapita Selekta, Edisi ke-2 , Media Aesculapius, Jakarta.
Syaifullah Noer, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar